Minggu, 30 Oktober 2011

Pelajaran PMP perlu diadakan lagi?

Fenomena minimnya empati anak-anak muda sekarang terhadap orang-orang yang lebih tua membuatku miris. Hal kecil saja, keengganan memberikan tempat duduk di kendaraan umum untuk wanita hamil/manula sering membuatku gemas. Padahal jaman aku remaja dulu, memberikan tempat duduk untuk wanita hamil/manula adalah hal lumrah. Apakah ini efek dari dihapuskanya mata pelajaran PMP & PPKn?

Kita tahu, sebelum reformasi-tepatnya di era orde baru, PMP (Pendidikan Moral Pancasila) menjadi mata pelajaran wajib dari SD sampai SMA. Ketika orde lama, kalau tidak salah, mata pelajaran ini bernama 'Budi Pekerti'. Namun ketika Suharto lengser, namanya berubah jadi PPKn (Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan). Seiring berjalannya waktu, mata pelajaran ini bertransformasi menjadi PKn (Pendidikan Kewarganegaraan), tanpa embel2 kata 'moral', 'pancasila', atau 'budi pekerti'.


Bicara soal moral, krisis moral akut menyebabkan terenggutnya 1 nyawa tak berdosa di Cina. Yu Wen (2th) tewas setelah sepekan mati otak karena 2 kali terlindas mobil dan tidak ada yg menolongnya. Orang-orang yang melihatnya tergeletak di jalan tidak tergerak hatinya utk menolong.


Fenomena Yu Wen menyiratkan krisis moral parah di Cina. Seperti kita tahu, Cina adalah negara komunis yang melarang agama.


Dari fenomena di atas, dapatlah disimpulkan betapa pentingnya pendidikan moral, baik secara formal maupun informal. So, PR baru utk mendikbud, yaitu mengadakan kembali mata pelajaran PMP atau sejenisnya. Dan tentu saja PR untuk para orang tua, agar mengajarkan akhlak dan budi pekerti pada anak-anaknya sejak dini. 


== dikisahkan oleh seorang kawan Jati ==

Tidak ada komentar:

Posting Komentar