Rabu, 31 Agustus 2011

Aku Cinta Indonesia



Aku sangat cinta sama Indonesia, bagiku Indonesia merupakan Negara yang Indah. Keindahan itu terlihat dari kekayaan alamnya yang melimpah yang terdiri dari pulau pulau indah dan masyarakat yang ramah.
Aku memang belum pernah berkeliling Indonesia, tetapi sekilas aku tau bahwa Indonesia merupakan Negara dengan berbagai macam-macam kebudayaan, suku, agama. Aceh yang terkenal dengan tari seudatinya, Bali dengan tari kecaknya, Jawa dengan tari serimpi. Kadang aku ingin bisa belajar menarikan semua tarian khas Indonesia, aku senang dengan kebudayaan Indonesia yang beraneka ragaman itu.
Di daerah tempat aku tinggal, aku masih bisa menemukan sejuknya udara dan hamparan sawah yang hijau. Karena rumahku didekat gunung merapi, setiap matahari tenggelam aku bisa melihat puncak merapi yang di
tutupi langit jingga indah sekali kelihatnya. Di daerahku juga banyak tumbuh pohon bambu, di sinilah aku sering menghabiskan waktu bersama teman-temanku.
Salah satu objek wisata di sini adalah bebeng dan kali kuning, aku pernah beberapa kali kesana untuk menikmati pemandangan di sana dari sungai yang mengalir indah di bawah tebing dan ada hutan pinus yang
terlihat hijau segar. Indahnya Indonesiaku! Aku berharap suatu saat nanti bisa menjadi seorang guru aku ingin
memberantas kebodohan yang saat ini masih menjadi musuh Bangsa Indonesia. Aku ingin menjadi guru yang ramah, baik dan penyayang, supaya murid-muridku bisa dekat dengaku dan terbuka menceritakan masalah mereka padaku dengan begitu aku tidak hanya menjadi seorang pengajar tetapi juga menjadi teman mereka.
Sejujurnya aku sedih melihat dunia pendidikan di Indonesia seperti contohnya di tempat aku tinggal, disini tenaga pengajar masih sedikit alat-alat pendidikan juga masih sangat kurang. Berbeda sekali dengan di kota. Andai saja keadaan pendidikan didesaku sama dengan yang ada di kota kami pasti bisa maju pada sekarang, selain itu biaya sekolah juga mahal jika sekolah benar – benar gratis bisa meringankan beban orang tua.
Dengan menjadi guru aku akan berusaha untuk memperbaiki dunia pendidikan di Indonesia sehingga tidak ada lagi orang bodoh di Indonesia. Semoga suatu saat nanti Indonesia menjadi Negara yang hebat.
                           
Oleh : DEDE NUR ASIS dari komunitas Aditya Yodha Sleman DIY

DUNIA PENDIDIKAN ANAK INDONESIA


            “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran dan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang diatur dengan undang-undang” jelas tertera dalam pasal 31 UUD 1945. Tampaknya belum ada strategi pemerintah yang relevan dan efektif untuk memaksimalkan pendidikan bagi seluruh anak anak di negeri ini, terutama anak anak yang membutuhkan perlundungan khusus, seperti diffable, anak jalanan dan anak dari keluarga kurang mampu.
Ditinjau dari biaya pendidikan yang semakin melambung-meskipun sudah ada berbagai program pendidikan pemerintah untuk meringankan biaya sekolah- adalah bukti masih sulitnya pemerataan pendidikan bagi anak bangsa. Dan angka anak putus sekolah tergolong masih tinggi, meskipun telah memasuki era globalisasi.
Peraturan “No Child Left Behind“, membuat negara AS menanggung biaya pendidikan dari berbagai jenis pendidikan. Jepang membebaskan biaya pendidikan bagi siswa SD sampai SLTP.  Bahkan di negara-negara maju, para mahasiswa biasanya hanya menanggung 25-30 persen dari biaya pendidikan, selebihnya ditanggung oleh pemerintah. 
Maka tak heran jika pada saat ini,  ada ungkapan sekolah di negara maju (kapitalis) lebih murah ketimbang di Indonesia.  Sungguh ironis, jika kita ingin kemajuan terjadi pada bangsa ini, tetapi kita menutup pintu pencerdasan bagi generasi bangsa kita.  Apa jadinya bangsa kita di tahun mendatang? Akankah kita terperangkap dan menjadi menjadi budak negara kapitalis?  Kembalikan hak pendidikan anak!           
Dapat pula dilihat dari kurikulum yang berubah dan senantiasa berganti dalam periode yang relatif singkat. Bahkan pernah terjadi, kurang dari kurun waktu tiga tahun pemerintah memberlakukan dua kurikulum yang berbeda. Hal ini menyebabkan sulitnya adaptasi baik dari siswa sendiri maupun pengajarnya (guru). Tidak sempurna dan tidak solidnya kerja tim pemerintahan dalam menjalankan roda pendidikanya, membuat kesimpangsiuran kurikulum selama ini.
            Menurut pendapat Saya yang tergolong masih dalam kategori anak dalam hukum (berdasarkan UU Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002: Yang dimaksud anak adalah seseorang yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan). Saya melihat ada semacam keputus hubungan komunikasi (diskomunikasi) antara si pembuat soal, dengan guru pengajar yang terjun langsung di sekolah.
            Berdasarkan pengamatan Saya dari banyak cerita dan keluhan para siswa (yang murni suara anak) bahkan guru, banyak soal dalam Ujian Akhir Nasional (UAN) baik pada tingkat SMP dan SMA mungkin juga SD yang tidak sinkron dengan apa yang diajarkan oleh guru pengajar selama proses belajar mengajar (KBM).
            Banyak bahan ujian (dari pusat) yang meleset dari pelajaran yang disampaikan guru di tiap tiap sekolah.  Bahkan menurut pengakuan para guru, tidak ada yang tahu soal soal bentuk dan semacam apa yang akan dikeluarkan oleh pihak pusat. Entah karena guru yang tidak menyampaikan materi secara maksimal, atau memang sang pembuat soal yang terlalu mengembangkan jenis soal sehingga keluar dari materi yang diajarkan. Tidak ada yang tahu. Karena sulitnya komunikasi langsung antara tim pendidikan pusat dan daerah. Sangat menyedihkan sekali bila ini harus berdampak terhadap ketidakmaksimalan nilai siswa.
            Mungkin bila ditelusur dari awal, kebijakan pemerintah untuk merahasiakan dokumen soal ujian pada guru dan lembaga pendidikan di tingkat daerah mempunyai satu muasal. Salah satunya adalah di masa lalu terjadi banyak kasus kebocoran soal secara ilegal. Para pendidik yang kurang sempurna moral dan budi pekertinya, telah menghapus kepercayaan pemerintah dan masyarakat.
            Mengapa hal itu bisa terjadi? Salah satu dari penyebabnya adalah karena bangsa ini jauh dari sifat jujur dan sportif. Kemajuan suatu bangsa bertumpu pada generasi mudanya. Dan para generasi muda, bergantung dari cara didikan para pendidiknya. Bila krisis moral sudah bisa menembus para pendidik negeri, maka siaplah terpuruk bangsa itu. Karena cepat atau lambat krisis moral tersebut menjalar pada generasi muda, seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja.
            Kemudian metode pengajaran. Pelajar sangat dibebani dengan pelajaran yang begitu berat. Cara yang dikursi atas untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negerinya, malah menumbuhkan beban psikologi yang berat pada anak bangsa. Metode pengajaran guru yang pada umumnya tidak kreatif dan bersifat monoton, membuat materi pelajaran sulit untuk dicerna siswa.
Padahal, mata pelajaran yang vital dalam ujian (seperti matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dll), kebanyakan adalah mata pelajaran yang tergolong sulit dicerna dan membosankan. Mengapa? Karena mata pelajaran tersebut lebih banyak mendapat jam. Atau lebih banyak diajarkan di sekolah untuk memantapkan nilai ujian daripada mata pelajaran lain.  Sedangkan metode pengajarannya cenderung monoton dan membosankan.
Pelajaran seperti keterampilan, kebudayaan dan kesenian jarang diajarkan di sekolah. Bahkan mungkin mutlak terhapus dalam kurikulum pendidikan. Mungkin kita lupa. Pelajaran tersebut tidak hanya sekedar ilmu yang perlu diberikan untuk perkembangan kreativitas anak. Namun juga digunakan untuk menseimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri. Sekaligus penghilang rasa penat anak terhadap mata pelajaran yang berat.
Belum lagi tuntutan orangtua, keluarga, sekolah, dan lingkungan terhadap keberhasilan akademik anak, keburu memberi tekanan batin yang begitu berat. Dapat dilihat pada siswa siswi di kelas tiga yang begitu menganggap UAN adalah suatu momok yang wajib ditakuti dan ditaklukan.
            Pada pelajar yang sehat, ujian seharusnya dianggap suatu tantangan, bukan rintangan. Image bahwa gagal dalam ujian adalah kegagalan hidup dan sikap sosial di masyarakat yang akan mencoreng siswa yang gagal ujian sangat membebani pikiran pelajar pada umumnya. Dan menjadi tekanan batin tersendiri.   
            Nampaknya pemerintah harus mulai merancang dan membentuk suatu sistim sosial yang benar benar berlandaskan Pancasila. Karena pancasila adalah dasar negara, dan memuat segala hal yang menjamin kokoh dan baiknya suatu negara. Bukan hal yang mudah memang. Dan tidak akan mungkin bisa dilakukan oleh pihak pemerintah sendiri. Melainkan harus dengan seluruh lapisan dan element masyarakat.
            Lewat tulisan ini Saya ingin membantu Indonesia untuk mewujudkan cita citanya. Menjadi negeri yang adil, makmur dan sejahtera. Dan itu berawal dari kualitas didikan generasi mudanya. Untuk mewujudkan kebaikan bersama, wajiblah diawali dari hati, diri sendiri dan detik ini. Maka Saya ingin mengatakan pada semua orang “Mari Kita perbaiki Indonesia lewat tangan anak dan orang tua mulai dari hati, diri sendiri dan detik ini!”. Karena kalau bukan kita, siapa lagi? Dan bila tidak sekarang, mau kapan lagi? Selagi kita masih mampu, lakukanlah dari sekarang walau dari hal yang terkecil sekalipun.
            Pendidikan adalah salah satu dari yang utama pembentuk moral bangsa. Pendidikan adalah hak semua warga negara, terutama hak seluruh anak. Hak anka adalah bagian dari hak asasi manusia. Sering meleset dari pandangan kita dan pemerintah, bahwa anak jalanan dan anak yang tidak berkesempatan untuk menikmati bangku sekolah, juga memiliki hak mutlak untuk mendapatkan pendidikan.
Mereka, anak anak yang notabene jauh dari bangku sekolah, justru adalah sasaran utama pendidikan negara. Seperti anak jalanan, anak anak yang berada di pelosok negeri, anak anak kurang mampu, anak anak diffable dll. Anak-anak telah terpaksa atau dipaksa untuk mengarungi kehidupan yang sangat berat, syarat konflik, penuh dengan kekerasan dan eksploitatif. Mereka harus berposisi sebagai orang dewasa kecil yang berjuang menapaki hidup untuk memperoleh nafkah bagi diri dan keluarganya, walaupun terkadang berbagai ancaman membayangi kehidupan mereka. Namun, hal tersebut jarang dipahami masyarakat dan pemerintah.
Meski dipahami sekalipun, jarang yang mau ikhlas turun tangan untuk mengentaskan masalah tersebut secara langsung. Memberikan sesuap nasi atau cek nota pelunasan uang sekolah pada anak dipinggir jalan misalnya. Sangat jarang dari kita yang mau melakukan itu. Saya akui, saya sendiri memang belum mampu untuk melakukan hal tersebut. Saya pun tidak perlu banyak berjanji untuk hal yang belum pasti. Namun setidaknya sekarang saya sudah memiliki bekal niat untuk melakukan hal serupa di kehidupan saya kelak.
 Dan disisi yang jauh di atas sana, pemerintah yang berkewajiban menangani masalah tersebut, sudah dipusingkan dan dipuaskan oleh permasalahan lain yang lebih kompleks.
Kenyataan bahwa belum tersedianya sekolah geratis untuk anak anak kurang mampu, semakin menjauhkan anak anak yang memerlukan perlindungan khusus tersebut dari pendidikan. Meskipun pemerintah sudah berusaha merendahkan angka biaya pendidikan sampai ke titik terendah, tetap masih banyak yang sulit menjangkaunya.
Pertama, pihak sekolah yang terlalu ribet masalah managementnya. Masih perlu beli ini itu. Buku, sarana pra sarana, perbaikan bangunan, membangun gedung. Hal hal yang sebenarnya masih dapat ditangguhkan dan memiliki barang substitusi lain yang lebih hemat dan efisien, membuat orang tua siswa merogoh dompet lebih dalam dari yang seharusnya.
Kedua, kesadaran orang tua yang masih rendah akan pentingnya pendidikan bagi anak. Biasa terjadi di daerah terpencil, dan daerah daerah yang memiliki nilai pendidikan rendah. Banyak pemikiran kuno yang menganggap pendidikan bukan satu satunya yang terpenting untuk anak. Karena ada yang lebih penting lagi. Yaitu hak dasar mereka untuk hidup. Saudara saudara kita yang sekarang masih sulit mendapatkan sesuap nasi, terpaksa harus merelakan kebutuhan ilmunya demi keberlangsungan hidup esok hari.
Daripada sekolah, lebih baik anak dipekerjakan. Meskipun tidak menghasilkan uang sekalipun, setidaknya para orang tua yang kurang mengkonsumsi pendidikan tersebut, berfikir bahwa hal itu dapat meringankan beban pekerjaannya dan tidak membebani mereka dengan biaya sekolah. Mengapa bisa terjadi hal demikian? Karena kondisi ekonomi yang lemah dan keberadaan ‘sasaran utama pendidikan’ ini yang jauh dari perhatian dan jangkauan pemerhati.
Harap hati hati dengan fenomena the lost generation (generasi yang kalah, yaitu generasi yang tidak berani dan tidak bersedia untuk ikut dalam pergulatan dunia dan globalisasi) yang  mungkin akan terjadi.  Jika kita merenungi persamaan pendidikan pada zaman sebelum merdeka dengan setelah merdeka, maka kita dapati hak pendidikan hanya bisa diperoleh oleh segelintir orang, dari zaman sebelum merdeka hingga kini tidak mengalami perubahan.  Selama 350 tahun penjajahan, hak memperoleh pendidikan yang tinggi hanya diberikan kepada kalangan priyayi atau ningrat.  Sedangkan bagi rakyat jelata hanya bisa menikmati sekolah sampai kelas tiga SR. 
 Lantas apa bedanya dengan kondisi sekarang?  Pada zaman sekarang hak memperoleh pendidikan memang tidak dibedakan dari keturunan, tetapi dibedakan dari kemampuan membayar pendidikan.  Walhasil pasca merdeka pendidikan hanya bisa  dinikmati oleh  mereka yang memiliki dana untuk membayarnya.  Jika pra kemerdekaan strata masyarakat dibagi berdasarkan keturunan, maka pasca kemerdekaan strata masyarakat terbagi berdasarkan kemampuan ekonomi. Kemanakah komitmen bangsa ini bahwa “setiap warga negara berhak atas pendidikan dan penghidupan yang layak“?
Siapa yang disalahkan bila begini? Tuhan? Pemerintah? LSM? Lingkungan? Bahkan mereka sendiri, orang tua yang langsung terlibat konflik hak anak ini pun tidak berhak untuk disalahkan. Karena yang utama kita cari sekarang bukanlah siapa yang salah, namun solusi bijak dari permasalahan ini. Dan jelas ini bukanlah momen untuk merenggangkan element Indonesia satu sama lain. Saling membenci.
 Masyarakat menyalahkan pemerintah yang tidak profesional dalam menjalankan kinerjanya. Pemerintah terjerat ribuan sistem yang memberatkan langkahnya sendiri dan semakin tidak peduli dengan nasib rakyat yang terus menekan. Yang kaya menyalahkan yang miskin dengan dalih tidak mau berusaha dalam hidup. Yang miskin menyumpah pada si kaya karena terlalu pelit dan tamak terhadap hartanya. Pelajar menyalahkan guru yang terlalu galak atau menyebalkan. Dan guru selalu menganggap siswa terlalu malas dalam belajar. Apa lagi? Masih banyak tindakan kecil kita yang terus meretakan persatuan dan kesatuan bangsa. Itulah yang harus kita hindari.
Bahkan sebaliknya, kita harus saling mensuport satu sama lain. Pemerintah dengan sadar dan ikhlas menjalankan fungsi dan tugasnya. Tidak perlu lah mengambil yang bukan milik. Karena memang bukan haknya. Dan Allah SWT, Tuhan kita pasti mencukupkan kebutuhan kita. Tidak perlu khawatir akan kekurangan nikmat dariNya. Karena nikmatNya tidak pernah habis meski dalam tujuh turunan dikalikan  sejuta sekalipun.
Masyarakat hendaknya percaya sepenuhnya dengan wakil yang telah dipilih. Apa guna demokrasi bila akhirnya demo anarkhis terus terjadi. Kita telah diberi kesempatan untuk menggunakan hak pilih kita dengan sebebas bebasnya. Tugas kita saat itu adalah memilih wakil rakyat secara cermat. Cari yang pantas untuk menjadi pemimpin, bukan pemimpi. Jangan tergiur dengan tawaran yang hanya sekejab. Tugas kita sampai pada saat kita mencontrengkan nama saat pemilu. Selanjutnya adalah, biarkan menjadi tugas mereka yang terpilih untuk melanjutkan roda pemerintahan yang ideal. Betul?? 
Sangat indah bila antara si kaya dengan si miskin mau dan bisa berjabat erat. Karena bila kita mau, kita pasti bisa. Tidak perlulah cemooh kampungan, miskin, mata duitan, sombong dan lain sebagainya. Seluruh warga Indonesia adalah saudara, bukan? Meskipun berbeda beda namun kita telah dipersatukan oleh leluhur kita dalam proklamasi. Jangan sampai penderitaan kakek nenek moyang kita dalam berjuangan melawan penjajah, sia sia karena sikap kita yang durhaka pada negara. Belajar sejarah tidak hanya untuk mengenang masa lalu yang kelam atau memupuk dendam dengan negara maju saat ini.
Namun, di balik pelajaran yang sangat sangat membosankan itu, tersimpan suatu obor yang sangat dahsyat yang akan membakar semangat kita dalam mencintai dan memajukan negara Indonesia. Bila belum cukup memiliki jiwa nasionalisme, setidaknya ingatlah dan sadarilah betapa sulitnya perjuangan kakek nenek kita dulu. Jangan menjadi anak keturunan yang durhaka pada leluhurnya. Mencintai persatuan Indonesia sama halnya dengan mencintai orang tuanya orang tuanya orang tua kita. Jangan mudah memutus dan merusak hubungan dengan sesama. Kualat.
Selama ini semboyan aku cinta Indonesia, atau jalin persatuan dan kesatuan bangsa hanyalah berisan kata yang tercetak di stiker, pamflet, buku tanpa memiliki daya dan nilai papapun untuk memberikan kontribusi untuk mengajak sesama agar benar benar tulus dan ikhlas mencintai Indonesia. Bahkan mungkin esay yang Saya tulis begitu menggebu malam ini, sekedar hanya akan menjadi kenangan untuk malam selanjutnya.
Namun satu yang perlu kita ketahui. Kita semua memiliki hati, bukan? Hati kita selalu mengikuti kemanapun kita pergi selama kita tidak pergi ke dunia selanjutnya. Nah,  tulislah dan goreskanlah dengan segenap pena jiwa di lembar hati yang paling dalam mantra dahsyat ini: ‘BERBAKTILAH PADA NEGARA SEPERTI KAU BERBAKTI PADA AYAH BUNDA’. Memang tidak cukup indah rangkaian katanya dan mungkin terlalu panjang bila harus benar benar ditulis di hati yang hanya sebesar genggaman kita. Namun ini persembahan terbaik dari yang bisa Saya berikan, seorang anak yang terjaga dan terus berfikir hingga larut malam demi memberikan sesuatu untuk Indonesia. Untuk teman teman dan bangsanya. Meski hanya sekecil esai ini sekalipun. Karena orang tua Saya bilang. Meskipun kecil, lakukan dari sekarang. Kembali pada pendidikan.
Sewajibnya kita menghormati dan ‘menggugu’ guru kita, meski tidak berada di lingkungan sekolah sekalipun. Bila kita senantiasa hormat, guru pun akan hikmat dalam memberikan ilmu pada kita. Tutur pelajaran yang walau terkadang membosankan, namun bila di back up dengan keikhlasan, pasti akan memberikan barokah tersendiri. Dan kita Insyaallah akan menyerap ilmu lebih mudah bila dilandasi dengan keikhlasan pula. Tidak salah, kan?
Pendidikan tidak harus melulu di dalam sebuah gedung yang mewah. Meningkatkan pembinaan keterampilan sebagai sebuah bentuk pendidikan non formal bagi anak-anak jalanan, diantaranya dengan cara memaksimalkan fungsi rumah singgah sebagai tempal berlatih keterampilan mereka. Sehingga dengan adanya bekal keterampilan, anak-anak jalanan ini akan mempunyai modal untuk bekerja yang lebih baik, tanpa harus mengamen atau mengemis lagi.
Terpaksanya ada di kolong jembatan sekalipun, bila mendapat dukungan dari segala pihak, tetap ilmu yang ditransformasi akan sampai tepat pada sasaran. Syaratnya, semua harus bergandengan tangan bahu membahu. Karena apapun yang dilakukan bersama sama akan terasa ringan.
Tapi, jangan lantas terpaut pada filosofi anak saya ini. Kita tetap harus memperjuangkan hak pendidikan yang layak bagi semua anak Indonesia. Jangan selamanya kita pasrah dengan keadaan. Untuk merubah nasib, diperlukan perubahan sikap. Karena target yang akan kita rubah nasibnya adalah Indonesia yang tidak main main besarnya. Maka juga membutuhkan perbaikan sikap dari segala lapisan penyusunnya. Dan pasti harus bersama sama. Tidak sulit, namun juga tidak cukup mudah. Agar tidak percuma Indonesia meratifikasi Hak Hak Anak dari PBB pada 25 Agustus tahun 1990 melalui keputusan Presiden No. 36 tahun 1990.
Semoga Kita bisa cepat bergerak menjadi lebih baik. Tidak ada lagi yang dapat Saya kemukakan dalam tulisan ini. Bila yang kecil ini dapat memberi wawasan kesadaran bagi anda, itu sangat berarti bagi saya. Hanya ini yang baru bisa Saya berikan untuk Indonesia. Tetap perjuangkan pendidikan merata bagi anak Indonesia, untuk generasi dan negara yang lebih baik.
--Aan Fajar Lestari (Pemimpin Muda Indonesia 2009)--

SENANDUNG LIRIH DARI NUSA TENGGARA TIMUR





Saat ini, beberapa kawan mendampingi keluarga-keluarga binaan di 20 lokasi, mencakup 3 kecamatan di Maumere dan sekitarnya. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Kecamatan Magepanda, Kecamatan Alok Barat, dan Kecamatan Alok. Kawan-kawan bergerak setahap demi setahap membantu di lokasi-lokasi tersebut untuk memperkuat keluarga-keluarga dalam memenuhi kebutuhan hak dasar anak-anak mereka. Dampingan dilakukan dengan cara kunjungan-kunjungan ke keluarga-keluarga, mengidentifikasi masalah mereka, lalu bersama mereka ikut memikirkan jalan keluar pemecahan masalah mereka.

Kawan-kawan akan memperluas daerah dampingan hingga ke beberapa lokasi di Flores maupun beberapa pulau yang betul-betul membutuhkan dampingan, seperti yang sudah teridentifikasi yaitu, Rendu (Flores), Riung (Flores), Sumba, Alor dan Adonara.

Sekitar sepuluh tahun terakhir ini NTT mengalami masalah serius di bidang kesehatan, khususnya masalah diare, malaria dan gizi buruk. Penyakit diare diakibatkan oleh kurangnya fasilitas air bersih serta kurangnya fasilitas MCK di kelompok-kelompok masyarakat tersebut. Sedangkan masalah gizi disebabkan oleh berbagai hal, antara lain karena anak-anak kekurangan makan (miskin), terbatasnya ketersediaan jenis makanan (akses terhadap jenis makanan), kurangnya pengetahuan mengenai pengolahan makanan sehat (mereka biasa makan apa adanya), atau juga anak yang menderita penyakit, seperti malaria, mereka tidak mau makan.

Masalah lain yang terdapat di wilayah-wilayah tertentu di NTT adalah tingginya angka kematian ibu melahirkan, misalnya di Pulau Alor, disebabkan oleh minimnya tenaga ahli kesehatan. Minimnya tenaga ahli kesehatan juga terlihat di Maumere (Pulau Flores), yaitu hanya terdapat seorang dokter anak untuk seluruh kabupaten Sikka. Satu Kabupaten Sikka terdiri dari 20 kecamatan.



Balita yang mengalami gizi kurang di tiga kecamatan yang sedang ditangani mencapai 333 anak, sedangkan yang menderita gizi buruk di tiga kecamatan tersebut sebanyak 213 anak. Program yang sedang dilakukan di sana selain memberi makanan tambahan sekali sebulan bagi seluruh balita yang datang ke posyandu, secara khusus adalah pemberian makanan tambahan yang lengap gizinya sebanyak tiga kali seminggu bagi balita gizi buruk dan gizi kurang. Selain itu juga ada pemberian susu secara intensif bagi mereka. Dalam menjalankan program ini kawan-kawan bekerja sama dengan puskesmas yang mengirim dokternya untuk memantau perkembangan para balita tersebut.  


Program-program yang telah dirancang untuk segera dilakukan ataupun yang sudah mulai dilakukan untuk membantu memecahkan kesulitan keluarga-keluarga daerah dampingan, antara lain:

  1. Membuat bak penampungan dan pengadaan air bersih di lokasi-lokasi tertentu yang tandus
  2. Menggali sumur dengan tujuan mengakses air bersih untuk kebutuhan minum, memasak, mencuci, serta pertanian di lokasi tertentu (mengingat musim hujan yang hanya tiga bulan dalam satu tahun) 
  3. Pengetahuan tentang budidaya tanam-menanam sayur-sayuran, dll
  4. Memperluas cakupan wilayah dampingan bagi program pemberian makanan tambahan bergizi bagi balita gizi buruk dan gizi kurang, dilakukan selama satu semester, untuk kemudian dievaluasi kembali
  5. Membangun MCK di lokasi-lokasi yang membutuhkan, termasuk sosialisasi penggunaannya serta penyuluhan perilaku kebersihan dan juga tentang kesehatan
  6. Sosialisasi kesehatan reproduksi serta mengusahakan pemeriksaan kesehatan bagi para ibu. Penyuluhan kesehatan dan pendidikan dasar bagi para keluarga serta management keluarga.
  7. Menyiapkan generasi muda lokal untuk menjadi tenaga di bidang kesehatan dengan pemberian beasiswa pendidikan
  8. Memberikan pembekalan pengetahuan bagi para kader (ibu-ibu yang ikut berperan aktif memperhatikan lingkungan sekitarnya) di bidang gizi, teknik pengolahan makanan bergizi, pola makan yang sehat


Saya berharap dengan dijalankannya program kerja sama antara berbagai lembaga dan juga pihak-pihak lain yang peduli terhadap saudara-saudara kita di NTT, akan membawa perbaikan situasi hidup yang signifikan pada mereka.

--diceritakan oleh Indrajani--

Bila ada yang tertarik mendukung program ini, silakan menghubungi omahbulan@gmail.com.

Senin, 29 Agustus 2011

Komunitas Sinar Pagi



Mindahan Kidul Kec.Batealit Kab. Jepara

Kegiatan anak-anak SINAR PAGI:

 
Anak Yatim : 10 Anak
Anak Kurang Mampu : 53 Anak
Broken Home : 3
Anak
Total : 66
Anak
Masyarakat disekitar sangat mendukung dengan adanya sanggar Sinar Pagi dalam desa Mindahan Kidul. Dan mereka berharap dengan adanya sanggar ini generasi selanjutnya dapat lebih berkualitas dan kuantitas sehingga masyarakat Mindahan Kidul menjadi masyarakat yang aktif. Rencana lokasi di foto samping, karena masih menempati teras rumah warga.

Anak diberi penghargaan secara langsung agar dapat menumbuhkan kepercayaan diri untuk lebih berkreatif serta memacu semangat dalam mencari bakat. Serta bantuan yang dari lembaga diberikan langsung.

Dalam memberdayakan SDM anak maka Sinar Pagi juga mendidik anak-anak dalam beberapa bidang. Sehingga anak yang belum pernah mengenyam pendidikan dapat membaca dan menulis dengan baik atau dapat berkreatifitas sesuai dengan bakatnya.

--diceritakan oleh Endrik dan kawan-kawan komunitas Sinar Pagi Jepara--

bila tertarik ingin mendukung pendidikan anak-anak komunitas ini hubungi omahbulan@gmail.com